Kamis, 02 Februari 2012

NAGARA DAN BHUMI


Gapura Keraton Ratu Boko
Nagara dalam kamus Jawa Kuna diartikan oleh Zoetmulder (1995) sebagai istana (keraton), tempat kediaman raja, ibukota, negara (kerajaan). Dalam kajian masa kerajaan Hindu-Budha di Indonesia, pengertian nagara lebih tepat dimaknai sebagai ibukota kerajaan. Keadaan mengenai ibukota, yang disebut sebagai nagara atau rajya itu, banyak dilukiskan dalam kakawin masa Kadiri (Sumanasantaka). Kakawin ini menjelaskan bahwa bagian utama dari suatu nagara adalah istana, sebagai tempat tinggal raja, yang secara khusus sering disebut dengan istilah kadatwan (Sedyowati, 1983). 

Jadi, istana atau kadatwan berada di dalam nagara, sebagai ibukota kerajaan yang biasanya menguasai beberapa nagara lain. Sedangkan istilah ” bhūmi (bumi)”, oleh Zoetmulder (1995) diartikan sebagai tanah, dunia, daratan, negri, dasar, alas. Bhūmi memiliki cakupan wilayah yang lebih luas dari pada nagara. Dengan demikian, secara geografis pembangunan kadatwan sebagai tempat kediaman raja berada di dalam sebuah nagara, dan nagara terletak di dalam suatu tanah atau wilayah luas yang disebut bhūmi

Konsep negara pada masa sekarang relatif sama dengan kedudukan kerajaan pada masa lalu. Jadi, istilah nagara pada masa lalu berbeda dengan istilah negara pada masa sekarang. Hal ini untuk membedakan istilah ”nagara” yang dipakai pada masa Hindu-Budha dengan istilah ”negara” pada masa sekarang. Istilah nagara adalah untuk menyebut kota yang memiliki sistem pemerintahan kerajaan (city state), baik ibukota kerajaan pusat maupun ibukota kerajaan vasal (kerajaan bawahan).

Daftar Rujukan:

Zoetmulder, P J. 1995. Kamus Bahasa Jawa Kuna. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Sedyowati, E. 1983. Keadaan Masyarakat Jawa Kuna Masa Kadiri dan Masalah Penafsirannya. Dalam Pertemuan Ilmiah Arkeologi III: 639-650. Jakarta: Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan 1985.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar